Kunci Ajaran Dewa Siwa

Kunci Ilmu Ghaib :
Kunci Ajaran Dewa Siwa kita bahas untuk menambah wawasan kita mengenai salah satu ajaran hindu yang pernah jaya di bumi nusantara ini, terbukti banyaknya peninggalan candi-candi atau tempat pemujaan untuk para dewa.
Kunci Ajaran Dewa Siwa didalam ajaran Hindu Siwa adalah salah satu dari tiga dewa utama (Tri Murti) dalam agama Hindu. Kedua dewa lainnya adalah Brahma dan Wisnu. Dalam ajaran agama Hindu, Dewa Siwa adalah dewa pelebur, bertugas melebur segala sesuatu yang sudah usang dan tidak layak berada di dunia fana lagi sehingga harus dikembalikan kepada asalnya.
Tidak terbilang jumlahnya umat Hindu di seluruh dunia memuja Sang Hyang Siwa dan mereka mengikuti berbagai cara untuk memuja-Nya. Mereka ada yang memuja dengan mengikuti tata cara kitab suci Veda dan ada juga yang tidak, seperti juga berbentuk yang Sattvik dan juga yang lain.
Bentuk pemujaan yang tertua disebut Parasupadam (pasupatam). Hal ini dipercaya bahwa Parasupadam suatu hari menghormati dan pada kesempatan yang lain menentang kitab suci Veda (I Made Titib, 2001: 262). Kunci Ajaran Dewa Siwa atau Sivaisme yang berkembang di India, merupakan asal mula dari agama Hindu. Berawal dari kelahiran dan perkembangan paham Sivaisme di daerah Jammu dan Kashmir, di sekitar pegunungan Himalaya (Parwata Kailasa). Di wilayah Jammu dan Kashmir, terdapat lembah sungai Sindhu. Di lembah inilah cikal bakal kehadiran paham Siwaisme pertama kali di India, dan berkembang pesat ke seluruh India, dan wilayah diluar India, salah satunya adalah Indonesia.
Dalam Kunci Ajaran Dewa Siwa, umat Hindu di India meyakini bahwa Dewa Siwa memiliki ciri-ciri khusus yang sesuai dengan karakternya yaitu : bertangan empat masing-masing membawa Trisula, Cemara, Tasbih/Genetri, Kendi, bermata Tiga (Tri Netra), pada hiasan kepalanya terdapat Ardha Chandra (Bulan Sabit), ikat pinggang dari kulit harimau, hiasan di leher dari ular Kobra, kendaraannya yaitu lembu yang bernama Nandini. Penemuan barang-barang yang menunjang pendapat tersebut, tentang sebuah bejana atau tangki air yang diperlengkapi dengan saluran yang sempit dan tertutup, yang diketemukan di harappa dan Mahenjodaro, yang dipergunakan sebagai “Caranamrtakunda” yaitu suatu tempat penyimpanan air suci yang dipergunakan untuk mencuci (memandikan) patung-patung yang disakralkan, karena sampai sekarang tangki semacam itu merupakan suatu gambaran umum dari kuil-kuil Siwa.

Apabila kita melihat sejenak pada sejarah awal dari India, mengenai Kunci Ajaran Dewa Siwa, kita akan mendapatkan bahwa banyak raja dan anggota kerajaan menghormati Siwa yang bahkan hingga sekarang masih tetap berdiri tegak. Kuil Pasupati di Nepal telah ada sejak Asoka mengunjungi  lembah tersebut pada tahun  50 sebelum Masehi dan putrinya yang bernama Carumati, yang menemaninya tetapi tetap tinggal disana ketika ayahnya kembali, mendirikan sebuah biara wanita dibagian utara dari Pasupatinatha tersebut. Asoka sendiri adalah seorang raja yang memuja Siva pada awal kehidupannya dan Jalauka, Swalah seorang putra dari raja Asoka yang merupakan seorang raja Kasmir yang kuat dan aktif, bermusuhan dengan Buddhisme dan merupakan pemuja Siwa. Ia beserta permaisurinya Isanadevi, banyak mendirikan kuil-kuil Siwa, yang salah satu dinamakan “Asokesvara” (I Wayan Maswinara, 2006:214).
Dalam perkembangan lebih lanjut pada jaman dimana bermunculan ajaran-ajaran di India, maka munculah aliran-aliran yang disebut paksa atau sekte dalam agama Hindu, antara lain sekta Saiva, sekte Waisnawa, sekta Brahma, sekta Tantrayana dan lain-lain. Sekta Saiva ialah memuja dewa Siwa sebagai suatu tokoh yang paling utama, sekta Waisnawa yatitu memuja dewa Wisnu sebagai satu-satunya tokoh yang paling utama, sekta Brahma yaitu memuja dewa Brahma sebagai tokoh yang paling utama dan sekte Tantrayana memusatkan pemujaan pada Dewi Durga. Tiga dewa yaitu Brahma, Wisnu dan Siwa dipuja secara horizontal, sebagai dewa Tri Murti yang merupakan manifestasi dari Tuhan yang Maha Esa/Ida Shang Hyang Widhi Wasa.

Kunci Ajaran Dewa Siwa dari inti sari dari paham Saiva adalah Saiva sebagai realitas tertinggi,  jiwa atau roh pribadi adalah intisari yang sama dengan Saiva, walaupun tidak identik. Juga ada Pati (Tuhan), pacea (pengikat), serta beberapa ajaran yang tersurat dalam tattva sebagai prinsip dalam kesemestaan yang realita. Sivaisme dalam paksha Saiva Siddhanta sangat taat dengan inti ajaran Vedanta. Didalam ajaran filsafat Siva, dikenal Lingga sebagai lambang Dewa Siwa atau Tuhan Siwa yang pada hakekatnya mempunyai arti, peranan dan fungsi yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat lampau dan di masa sekarang, khususnya bagi umat manusia yang beragama Hindu. Hal ini terbukti bahwasanya peninggalan lingga sampai saat ini pada umumnya di Bali kebanyakan terdapat di tempat-tempat suci seperti pada pura-pura kuno. Bahkan ada juga ditemukan pada goa-goa yang sampai sekarang masih tetap dihormati dan disucikan oleh masyarakat setempat. Di Indonesia khususnya Bali, walaupun ditemukan peninggalan lingga dalam jumlah yang banyak, akan tetapi masyarakat masih ada yang belum memahami arti lingga yang sebenarnya. Untuk memberikan penjelasan tentang pengertian lingga secara umum maka di dalam uraian ini akan membahas pengertian lingga, yang sudah tentu bersifat umum.

Lingga berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti tanda, ciri, isyarat, sifat khas, bukti, keterangan, petunjuk, lambang kemaluan laki-laki terutama lingga Siwa dalam bentuk tiang batu, Patung Dewa, titik tuju pemujaan, titik pusat, pusat, poros, sumbu. sedangkan pengertian yang umum, bahwa lingga diidentikkan dengan : linggih, yang artinya tempat duduk, pengertian ini tidak jauh menyimpang dari pandangan umat beragama Hindu di Bali, dikatakan bahwa lingga sebagai linggih Dewa Siwa. Petunjuk tertua mengenai lingga terdapat pada ajaran tentang Rudra Siwa telah terdapat dihampir semua kitab suci agama Hindu, malah dalam berbagai penelitian umat oleh arkeolog dunia diketahui bahwa konsep tentang Siwa telah terdapat dalam peradaban Harappa yang merupakan peradaban pra-Veda dengan ditemuinya suatu prototif tri mukha yogiswara pasupati Urdhalingga Siwa pada peradaban Harappa. (Agastia, 2002 : 2)

Kemudian pada peradaban lembah Hindus bahwa menurut paham Hindu, lingga merupakan lambang kesuburan. Perkembangan selanjutnya pemujaan terhadap lingga sebagai simbol Dewa Siwa terdapat di pusat candi di Chennittalai pada sebuah desa di Travancore, menurut anggapan orang Hindu di India pada umumnya pemujaan kepada lingga dilanjutkan kepada Dewa Siva dan saktinya.
Mengenai pemujaan lingga di Indonesia, yang tertua dijumpai pada prasasti Canggal di Jawa Tengah yang berangka tahun 732 M ditulis dengan huruf pallawa dan digubah dalam bahasa Sansekerta yang indah sekali. Isinya terutama adalah memperingati didirikannya sebuah lingga (lambang Siwa) di atas sebuah bukit di daerah Kunjarakunja oleh raja Sanjaya.

Dengan didirikannya sebuah lingga sebagai tempat pemujaan, sedangkan lingga adalah lambang untuk dewa Siwa, maka semenjak prasasti Canggal itulah mulai dikenal sekte Siwa (Sivaisme) pemerintahan Gajayana di Kanjuruhan, Jawa Timur. Hal tersebut tercantum dalam prasasti Dinoyo yang berangka tahun 760 M isi prasasti ini antara lain menyebutkan bahwa raja Gajayana mendirikan sebuah tempat pemujaan Dewa Agastya. Bangunan suci yang dihubungkan dengan prasasti tersebut adalah candi Badut yang terdapat di desa Kejuron. Dalam candi itu ternyata bukan arca Agastya yang ditemukan melainkan sebuah lingga. Maka disini mungkin sekali lingga merupakan Lambang Agastya yang memang selalu digambarkan dalam Sinar Mahaguru. (Soekmono. 1973 : 41-42).  Hal ini terlihat pula dari isi prasasti tersebut dimana bait-baitnya paling banyak memuat/berisi doa-doa untuk Dewa Siwa.

Petunjuk yang lebih jelas lagi mengenai lingga terdapat pada kitab Lingga Purana dan Sivaratri Kalpa karya Mpu Tanakung. Di dalam lingga purana disebutkan sebagai berikut:
”Pradhanam prartim tatca ya dahurlingamuttaman. Gandhawarna rasairhinam sabdasparsadi warjitam”.
Artinya:
Lingga awal yang mula-mula tanpa bau, warna, rasa, pendengaran dan sebagainya dikatakan sebagai prakrti (alam).

Dalam Lingga Purana, lingga merupakan tanda pembedaan yang erat kaitannya dengan konsep pencipta alam semesta wujud alam semesta yang tak terhingga ini merupakan sebuah lingga dan kemaha-kuasaan Tuhan. Lingga pada Lingga Purana adalah simbol Dewa Siwa (Siva lingga). Semua wujud diresapi oleh Dewa Siwa dan setiap wujud adalah lingga dan Dewa Siva. Kemudian di dalam Sivaratri kalpa disebutkan sebagai berikut:
”Bhatara Siwalingga kurala sirarcanam I dalem ikang suralaya”.
Artinya: Selalu memuja Hyang Siwa dalam perwujudan-Nya “Sivalingga” yang bersemayam di alam Siwa.

Ada berbagai macam bentuk dan bagian-bagian dari Lingga diantaranya yaitu Berdasarkan penelitian dan TA. Gopinatha Rao, yang terangkum dalam bukunya berjudul “Elements Of Hindu Iconografi Vol. II part 1” di sini beliau mengatakan bahwa berdasarkan jenisnya Lingga dapat dikelompokkan atas dua bagian antara lain Chalalingga dan Achalalingga.Chalalingga adalah lingga-lingga yang dapat bergerak, artinya lingga itu dapat dipindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain tanpa mengurangi suatu arti yang terkandung. Adapun yang termasuk dalam kelompok lingga ini adalah:
a. Mrinmaya Lingga yaitu merupakan suatu lingga yang dibuat dari tanah liat, baik yang sudah dibakar. Dalam kitab Kamikagama dijelaskan bahwa pembuatan lingga ini berasal dari tanah liat putih dan tempat yang bersih. Proses pengolahannya adalah tanah dicampur susu, tepung, gandum, serbuk cendana, menjadi adonan setelah beberapa lama disimpan lalu dibentuk sesuai dalam kitab agama.
b. Lohaja LinggaYaitu suatu lingga yang terbuat dari jenis logam, seperti : emas, perak, tembaga, logam besi, timah dan kuningan.
c. Ratmaja LinggaYaitu lingga yang terbuat dan jenis batu-batuan yang berharga seperti, permata, mutiara, kristal, jamrud, waidurya, kwarsa
d. Daruja LinggaYaitu lingga yang terbuat dari bahan kayu seperti kayu sami, tinduka, karnikara, madhuka, arjuna, pippala dan udumbara. Dalam kitab Kamikagama disebutkan juga jenis kayu yang digunakan yaitu khadira, chandana, sala, bilva, badara, dan dewadara.
e. Kshanika LinggaYaitu lingga yang dibuat untuk sementara jenis-jenis lingga ini dibuat dari saikatam, beras, nasi, tanah pekat, rumput kurcha, janggery dan tepung, bunga dan rudrasha.

Sedangkan yang dimaksud dengan Achala lingga, lingga yang tidak dapat dipindah-pindahkan seperti gunung sebagai linggih Dewa-Dewi dan Bhatara-Bhatari. Di samping itu pula lingga ini biasanya berbentuk batu besar dan berat yang sulit untuk dipindahkan. Dalam bukunya berjudul : “Cudamani, kumpulan kuliah-kuliah agama jilid I”, menjelaskan bagian lingga atas bahan yang digunakan. Dalam buku mengatakan lingga yang dibuat dari barang-barang mulia seperti permata tersebut Spathika lingga, lingga yang dibuat dari emas disebut Kanaka lingga dan bahkan ada pula dibuat dari tahi sapi dengan susu disebut Homaya lingga, lingga yang dibuat dari bahan banten disebut Dewa-Dewi, lingga yang biasa kita jumpai di Indonesia dari di Bali khususnya adalah Linggapala yaitu lingga terbuat dari batu.
Jadi lingga merupakan simbol Siwa yang selalu dipuja untuk memuja alam Siwa. Kitab Lingga Purana dan Sivaratri Kalpa karya Mpu Tanakung ini semakin memperkuat kenyataan bahwa pada mulanya pemujaan terhadap lingga pada hakekatnya merupakan pemujaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam wujudnya sebagai Siwa.

Berdasarkan analisis dan kajian yang dilakukan tentang ajaran filsafat Siwa/Saiwa maka dapat digaris bawahi beberapa hal sebagai sebuah kesimpulan dari Kunci Ajaran Dewa Siwa, bahwa filsafat Siwa/Saiwa merupakan  satu cabang dari agama, dimana Tuhan/Ida Sang Hyang Widi Wasa disimbolkan sebagai Lingga dan Yoni yaitu sebagai laki-laki dan perempuan sebagai lambing dari manifestasinya, yang merupakan sebuah awal dari terciptanya alam semesta beserta isinya.
Seiring dengan berkembangnya ajaran tentang ketuhanan , maka hadirlah filsafat-filsafat sebagai suatu acuan dalam kehidupan manusia, yang merupakan ajaran atau wahyu dari Tuhan yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widi Wasa.
Salah satu dari beberapa ajaran-ajaran filsafat yaitu tentang filsafat Siwa/Saiwa, yang merupakan pokok-pokok dari ajaran tentang ketuhanan dan kemahakuasaannya, yang pada awal mulanya berkembang di daerah India, dan di sebarkan atau di bawa oleh tokoh-tokoh agamawan seperti seorang Maha Resi sampai di Indonesia.

Di Indonesia banyak ajaran- ajaran tentang filsafat yang masuk dan berkembang sehingga terjadinya banyak aliran-aliran yang berkembang. Jadi dari pemaparan Kunci Ajaran Dewa Siwa disimpulkan bahwa hubungan antara filsafat Siwa yang ada di India dan filsafat Siwa yang ada di Indonesia terutama di Bali adalah sama. Meskipun ada kesan berbeda dari ajaran filsafat Siwa yang ada di India dengan filsafat Siwa yang ada di Bali, namun secara garis besar inti dari ajaran filsafat Siwa itu tetaplah sama yaitu bersumber pada ajaran tentang cinta kasih/ kasih sayang dan kedekatan kepada pemuja dan yang di puja yaitu kepada Dewa Siwa khususnya sebagai manifestasi dari Tuhan yang Maha Esa/ Ida Sang Hyang Widi Wasa. Hanya tempat, waktu dan keadaan yang seolah-olah membentuk suatu karakter pemujaan yang terlihat berbeda karena pada dasarnya Kunci Ajaran Dewa Siwa atau ajaran filsafat Siwa itu satu dan universal.

sumber :dekjayanegara.blogspot.com/ indoghaib.blogspot.com
Previous
Next Post »